*Semua foto dalam Post ini Diambil dengan menggunakan Kamera HP Sony Ericsson Xperia x 10 Mini
Perairan Teluk Ambon terletak di Pulau Ambon pada posisi 128˚00’00”BT dan 03˚37’55”LS-03˚37’45’LS, terdiri atas dua bagian yaitu Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) dan Teluk Ambon Bagian Luar (TAL), keduanya dipisahkan oleh suatu celah yang sempit, dangkal. Teluk Ambon Bagian Dalam relatif sempit, dangkal dan banyak dipengaruhi oleh aliran-aliran sungai. Ekosistem yang ada di dalam Teluk ini adalah mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut dan sebagainya (Edward, 1989).
Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang air (pasang surut) yang merembes pada aliran sungai yang terdapat pada sepanjang pesisir pantai (Tarigan, 2008).
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung aktifitas kehidupan di wilayah pantai dan memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan siklus biologis di lingkungannya. Disamping itu, hutan mangrove mempunyai nilai ekonomis tinggi. Indonesia memiliki sumberdaya hutan mangrove yang sangat luas yang tersebar di wilayah pesisir di berbagai provinsi. Potensi kekayaan alam tersebut perlu dikelola dan dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Informasi keberadaan hutan mangrove yang aktual dan faktual serta mudah dan cepat dapat diperoleh melalui data penginderaan jauh (Suwargana, 2008).
Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang air (pasang surut) yang merembes pada aliran sungai yang terdapat pada sepanjang pesisir pantai (Tarigan, 2008).
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung aktifitas kehidupan di wilayah pantai dan memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan siklus biologis di lingkungannya. Disamping itu, hutan mangrove mempunyai nilai ekonomis tinggi. Indonesia memiliki sumberdaya hutan mangrove yang sangat luas yang tersebar di wilayah pesisir di berbagai provinsi. Potensi kekayaan alam tersebut perlu dikelola dan dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Informasi keberadaan hutan mangrove yang aktual dan faktual serta mudah dan cepat dapat diperoleh melalui data penginderaan jauh (Suwargana, 2008).
Kawasan Konservasi hutan mangrove Passo terletak pada posisi pusat pesisir Teluk Kota Ambon Bagian Dalam dengan pemukiman di sekitar Desa Passo (Abrahamsz, 2005). Tupan (2005) menemukan 11 jenis mangrove di kawasan ini sebagai jenis-jenis yang umumnya hidup pada substrat pasir berlumpur. Pada kawasan mangrove Passo ditemukan beberapa jenis organisme yang hidup dan memanfaatkan mangrove Passo sebagai habitatnya diantaranya adalah kepiting bakau. Tupan, dkk (2005) mengemukakan bahwa, kepadatan kepiting bakau pada daerah mangrove Passo yang tinggi ada pada daerah di sekitar aliran air tawar yang padat mangrovenya serta jauh dari pemukiman penduduk. Karaktertistik habitat yang meliputi kualitas air dan substrat terutama salinitas air, kedalaman perairan, tekstur substrat dasar perairan serta jenis dan kepadatan moluska secara kerapatan sangat berperan dalam menentukan kepadatan dan penyebaran kepiting bakau. Selain kepiting bakau, pada ekosistem mangrove Passo ditemukan juga kerang-kerangan seperti kerang lumpur tropis Anodontia edentula yang berfungsi sebagai biofilter pada budidaya tambak dalam memperbaiki serta menjaga kualitas air budidaya (Natan, 2009). Berdasarkan hasil pengumpulan data kuisioner pada masyarakat yang bermukim di sekitar ekosistem mangrove desa Passo, diperoleh hasil yaitu; di dalam kawasan hutan mangrove desa Passo ditemukan beberapa jenis spesies mangrove yaitu : | - Soneratia alba - Rhizopora sp - Avicenia sp - Bruguiera spp - Xylocarpus spp - Lumnitzera spp - Ceriops spp - Nypa fruticans Spesies mangrove yang mendominasi kawasan hutan mangrove desa Passo adalah mangrove jenis Soneratia alba dan Rhizopora sp dan zona bagian belakang didominasi oleh Nypa fruticans (Gambar. 2), Proses penanaman anakan mangrove yang dilakukan pada daerah mangrove Passo dipengaruhi oleh sedimentasi yang terjadi akibat pembangunan di daerah daratan. Sedimentasi memiliki dampak negatif bagi vegetasi mangrove yang ada, yaitu kematian anakan mangrove, dari hasil pengamatan di lapangan. Dari hasil pengamatan langsung pada lapangan presentasi keberhasilan penanaman pada lokasi penanaman anakan mangrove, diperkirakan hanya berkisar 40% dikarenakan, banyak anakan mangrove yang mati akibat tingginya sedimentasi pada area penanaman (Gambar. 3) |
Berdasarkan wawancara dengan masyarakat yang berada pada sekitar hutan mangrove desa Passo, menjelaskan bahwa luasan mangrove pada areal ini dari tahun ke tahun makin meningkat karena, adanya kegiatan penanaman yang dilakukan secara berkala yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun bantuan pihak asing, kegiatan penanaman bibit mangrove pada lokasi ini telah berlangsung sejak tahun 1996 hingga tahun 2013, jumlah anakan mangrove yang telah ditanam sejak tahun 1996 hingga 2012 sekitar 10.000 anakan dan presentasi keberhasilan dari proses penanaman tersebut diperkirakan sekitar 70%, hal ini dikemukakan oleh Ir.M.F.Haulussy B.Seng menurut beliau selaku salah pemegang kalpataru dengan jabatan Pembina lingkungan, proses penanaman pada ekosistem mangrove Passo seringkali dilakukan oleh instansi dari luar negeri dibandingkan pemerintah daerah setempat, beliau berasumsi bahwa pemerintah daerah masih belum mengerti tentang pentingnya menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove yang ada pada desa Passo. Proses penanaman yang ada pada ekosisitem mangrove passo telah melibatkan beberapa instansi sebagai berikut (Gambar. 4): - OISCA (Organization for Industry, Spiritual, Culture and Advancement) Jepang - Yayasan Arman Ambon - Japan Official Development Assistance – Kedubes Jepang (Indonesia) -Departemen Kehutanan Kantor Wilayah Provinsi Maluku -Dinas Kehutanan Provinsi Daerah Tingkat I Maluku -Dinas PKT – Kodya Ambon -CUSO Canada -Kedutaan Besar Finlandia Anakan mangrove yang ditanam pada desa Passo, berasal dari desa Ihahamu dan desa Sila. (Gambar. 5) Proses penanaman anakan ini sangatlah efektif dalam menambah luasan mangrove desa Passo dari tahun ke tahun. Dalam proses penanaman anakan mangrove kendala yang sering dihadapi dalam proyek penanaman bibit mangrove adalah limbah sampah domestik dari masyarakat sekitar dan sedimentasi (Gambar. 6) Proses sedimentasi yang terjadi di daerah ini tidak mengakibatkan kematian bagi individu mangrove yang sudah dewasa namun, sedimentasi berdampak buruk pada anakan mangrove tingginya sedimentasi pada area ekosistem mangrove mengakibatkan pertumbuhan mangrove menjadi terhambat, bahkan apalabila laju sedimentasi lebih cepat dibandingan dengan laju pertumbuhan anakan mangrove dapat mengakibatkan kematian bagi anakan mangrove, namun dalam penelitian ini tidak dihitung berapa besar laju sedimentasi dan perbandingannya dengan laju pertumbuhan anakan mangrove. Sedimentasi juga berdampak langsung pada aktifitas masyarakat sekitar kawasan mangrove desa Passo, akses masyarakat ke tempat pencarian bia, kepiting, dan ikan menjadi terhambat karena proses sedimentasi tersebut. | Masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan mangrove desa Passo (Passo dan BTN Passo) pada umumnya telah memiliki tempat sampah pada lingkungan rumahya, baik yang disediakan oleh pemerintah ataupun yang dibuat oleh masyarakat, namun masih saja ditemukan sampah pada kawasan mangrove desa Passo ). Sampah-sampah ini berasal dari wilayah perairan Teluk Ambon Bagian Dalam yang hanyut terbawa arus dan tersangkut pada akar-akar mangrove, sampah-sampah plastik berupa limbah rumah tangga (plastik detergen, botol minuman, sandal, kayu-kayu lemari, atap rumah) juga berasal dari daerah aliran air tawar/sungai, sampah-sampah yang dibuang pada aliran sungai, pada waktu hujan hanyut dan terbawa hingga ekosistem mangrove, dan tersangkut pada batang dan akar-akar mangrove, semua hal tersebut sebabkan karena etika tentang ramah lingkungan masyarakat sekitar kawasan mangrove masih minim, selain disebabkan karena faktor kesadaran diri masyarakat, alasan masyarakat membuang sampah pada kawasan hutan mangrove desa Passo karena, keterbatasan tempat sampah serta jauhnya akses tempat sampah yang disediakan oleh pemerintah dari pemukiman masyarakat. |